*)
Kalau kita sedikit menelusuri ilmu
kependudukan ternyata penduduk dunia (Tahun 2009) sudah mencapai 6 milyar dan 33%
nya (1,8 milyar) adalah beragama Islam, di mana penduduk muslim yang terbesar
di dunia adalah berada di Indonesia, Indonesia jika di tropong kedalam ternyata
titik centralnya ada di Jawa Timur, dan jangan kaget yang namanya Lembaga Islam
yang terbesar di seluruh dunia adalah terdapat di Kabupaten Lamongan Informasi
ini penulis peroleh dari petugas PBB (New York Amerika Serikat), di mana beliau
memberi informasi pada forum rapat LSM sejatim di Malang tahun 2000 bahwa
menurut data di kantor PBB Kabupaten Lamongan tercatat paling banyak lembaga
Islamnya.
Saat itu penulis yang utusan dari
Lamongan sedikit kaget “lho kok tidak Arab Saudi, Iran, Irak, Mesir, Jombang, Pasuruan?”. Tetapi kenapa ilmuan-ilmuan yang muncul kok dari
kaumYahudi (israil), Amerika, Jepang, Jerman kok
tidak dari Lamongan bahkan konon Yahudi yang hanya 17 juta jiwa di seluruh
dunia bisa meremot denyut kehidupan masyarakat
seluruh dunia selolah-olah tanpa orang Yahudi (Israil) dunia ini tidak
maju-maju bahkan 24 ilmuan yang menerima nobel ternyata semuanya umat Yahudi, kecuali hanya 3 orang yang
dari agama Islam.
Indonesia
hampir seluruh lini sangat ketinggalan, mulai dari bidang keilmuan, kepolitikan (baru tahun 1998 terjadi reformasi), perekonomian, budaya, sosial,
pertahanan dan keamanan, disisi lain agama yang
paling unggul dan di unggulkan adalah agama Islam yang nota bene mayoritas pemeluknya terbesar di Indonesia.
Kira-kira
apa penyebabnya hal tersebut tidak muncul
dari Indonesia kususnya Lamongan?. Gerangan apa yang membuat ini semua, apakah lembaga pendidikan Islam Indonesia (Lamongan) ini kurikulumnya memang
mencetak para materialis, kapitalis, konsumtif dan hanya sebagai pemakai
(tangan panjang) dari ilmuan-ilmuan luar atau memang sengaja mencetak menjadi
penonton sebuah permainan bukan mencetak menjadi peneliti atau pemain langsung?.
Padahal surga itu di tempati para pemain bukan penonton!.
Si mala kama selalu muncul dalam hati
kita yang namanya panglima itu pendidikan atau ekonomi?, orang cerdas
berpendidikan tinggi yang miskin harta kurang mendapat respon, sedangkan orang
kaya yang pendidikan rendah bisa di remot kesana kemari, dan orang yang sehat, kurang
pendidikan, miskin justru menjadi robot dalam pabrik-pabrik yang dimiliki oleh para
kapitalis.
Lalu
mana yang terbaik dalam pengembangan peradaban yang perlu kita dahulukan?.
Pergulatan
di dunia Internasional sangat transparan, dapat di
rasakan oleh kita yang berada di tingkat lokal seolah-olah kita selalu terceko’i oleh serial
drama pergualatan baik keidealogian, kepolitikan, perekonomian, budaya dan seterusnya dari
dunia luar yang menghempaskan kelingkungan kita.
Kenapa kita tidak muncul
(terangsang) untuk menjungkirbalikkan permainan
ini?.
Seperti
yang dilakukan oleh Rasulullah SAW. yang mempunyai keberanian memutarbalikkan pusat budaya (peradaban)
yang
dulu berada di Romawi (barat) dan Persia
(timur) berbalik arah seratus delapan puluh derajat ke Kota
Madinah (tengah). Atau seperti pada zaman pemerintahan Islam Abbasyiah, Islam membuktikan keunggulan mempimpin dunia
Internasional dalam bidang ilmu dan teknologi walaupun
pelan-pelan mengalami kemunduran.
Iran
yang seolah-olah mewakili
peradaban dunia Islam ternyata didalamnya banyak
kejadian-kejadian yang jauh dari
peradaban yang di cita-citakan Islam. Perang antar madzhab (sesama Islam) sangat memalukan dunia Islam.
Arab
Saudi juga rupanya sulit untuk
diandalkan sebagai pusat peradaban Islam karena
dengan harta melimpah ruah, sehingga kehidupannya konsumtif. Mesir yang nota bene mempunyai universitas terkenal AL-Azhar kelihatnya juga kurang mampu menelorkan pakar-pakar Islam yang aplikatif.
Lalu bagaimana dengan Indonesia yang terkenal sebagai negara dengan penduduk umat Islam sedunia, yang penuh dengan sumber daya alam yang luar biasa dan jauh di atas negara-negara lain?. Di mana para Walisongo (intelektual Islam) berhasil membentuk pusat-pusat
(center) peradaban hampir di seluruh pulau di Indonesia.
Umat
Islam di Indonesia (Nahdlatul Ulama) yang menurut Dr. Nur Cholis
Majid akan mempunyai peluang paling besar untuk
memimpin dunia Internasional yang di perkirakan dapat tercapai pada tahun 2025. Hal ini dapat dilihat
dari berbagai indikator. pertama kemampuan warga Nahdlatul Ulama dalam membaca kitab kuning yang sampai saat ini belum ditemukan pada rganisasi lain
di luar Nahdlatul Ulama. Kedua banyak
kader-kader NU yang sudah melirik ilmu-ilmu teknologi dan belajar ke dunia barat
tanpa meninggalkan budaya timur.
PBNU sudah mengirim hampir 200 orang
calon doktor dan sekarang sudah banyak yang kembali ke Indonesia, bahkan
rencananya ribuan calon doktor yang akan di kirim ke berbagai penjuru dunia.
Yang mana bisa di perkirakan nanti tahun 2025 baik seorang
ketua rating NU, kepala TK, SD, MI, , para
takmir masjid , modin, muadzin semua bergelar
doktor. Jika hal ini menjadi
kenyataan maka insyaAllah Indonesia (Islam NU) akan benar-benar memimpin peradaban dunia.
Repotnya kita
masih terjebak pada sebuah mindset (pola pikir/kesadaran terdalam) bahwa seorang doktor harus
mempunyai rumah mewah, mobil terbaru, alias
mendapat job yang basah, apakah mau para
doktor menempati pos-pos “kering” seperti
sekarang?, ataukah sebaliknya justru para doktor-doktor
tersebut
akan boyongan ke organisasi lain yang ekonominya kuat dan mampu menggaji puluhan sampai ratusan juta rupiah, seperti
Wahabi yang mempunyai trilyunan
modalnya.
Berapa
ribu orang NU (dulu) yang hijrah ke organisasi lain hanya gara-gara ingin jadi PNS,
ingin dapat pekerjaan dengan gaji tinggi.
Sugesti-sugesti
materialistik semacam itu memang sudah
menelusup hampir ke seluruh dada warga kita
yang mestinya organisasi kita adalah
kumpulan-kumpulan ilmuan (KH, PROF, Dr, Ir, dst) tetapi buktinya
selama penulis “berkunjung” dan menginap mulai dari kantor PBNU,
PWNU, PCNU, dan MWC NU hampir-hampir penulis tidak
percaya ternyata jauh dari kesan pusat kegiatan para ilmuan, rata-rata seolah-olah
tanpa kegiatan.
Bisa jadi yang di percaya oleh umat (pengurus
NU) mempunyai pikiran “sak kobere (seikhlanya) wong nggak ada bayarannya
saja”. Walaupun bisa juga tidak begitu, Penulis hanya Suuddzon saja. Dan sebaliknya juga warga
NU jarang ngontrol para pengurus NU, apakah aktif di kantor atau tidak?. Hal ini bisa
juga dengan dalih “wong nggak ikut bayar wae!”.
Lagi-lagi
yang di panglimakan adalah ekonomi. seolah-olah
pengurus bisa seregep dan amanah kalau di bayar cukup dan warga NU juga bisa negur-negur kalau merasa mengeluarkan uang/infaq untuk membayar pengurus.
Jangan-jangan
hal seperti ini berlaku
pula pada dunia lembaga sekolah (guru & wali murid), Rumah sakit, yayasan-yayasan sosial,
dan lainnya?.
Semoga
suuddzon
penulis salah semua. Terlepas dari itu, penulis yakin masih banyak di lingkungan NU yang benar-benar ikhlas dan semangat untuk berjuang
siang
dan malam demi terwujudnya peradaban yang
dicita-citakan Islam ala Nahdlatul Ulama.
Tetapi kita sebagai warga NU tidak boleh tidur (diam) melihat kenyataan
ini, kita harus bangkit sesuai dengan nama organisasi
kita. Kita perlu merevolusi
kesadaran kita, merevolusi mindset kita bawa kita adalah anggota (pemilik) organisasi
NU yang berkewajiban menghidupi NU, dan apabila kita diberi amanat sebagai
pengurus maka kita sadar bahwa kita adalah PELAYAN UMAT bukan penguasa umat atau
juragannya umat.
Jika kedua belah pihak telah
berkesadaran seperti di atas, maka akan berlanjut pada sebuah sikap bahwa kita
sebagai warga NU harus memperhatikan kesulitan (kebutuhan) para pengurus,
“karyawan”, guru, dokter, dan seterusnya yang berkhidmat di lingkungan
Nahdlatul Ulama. Dan sebaliknya para pengurus muncul rasa tanggung
jawab yang penuh keikhlasan untuk melayani / mewakili umat. Apa yang menjadi kesulitan
umat dicari jalan keluarnya.
Lalu
bagaimana agar kita (organisasi NU) bisa mewujudkan peradaban Islam yang tertinggi bisa menyalip kaum Yahudi (israel), Jepang, Amerika, dan seterusnya. Tanpa perlu membenci mereka. Hal pertama yang mesti kita lakukan adalah merubah mindset (pola pikir/kesadaran terdalam) di atas, yaitu memperhatikan kebutuhan pengurus. Misalnya kita
berinfaq secara rutin setiap bulan dengan besaran 1000 (seribu) rupiah perjiwa. Kalau warga NU seIndonesia 100 (seratus) juta, maka seratus milyar akan terkumpul. Bila hal semacam
ini diterapkan di kabupaten Lamongan yang berpenduduk 1.470.000 jiwa dan anggap saja 1 (satu) juta orang warga NU, maka terkumpul sebesar 1 (satu) milyar perbulan. Hal
ini belum termasuk wakaf,
hibah, zakat mal, nazar, dll. Maka sangat dimungkinkan perbulan
bisa terkumpul dana sebesar 10 (sepuluh) milyar perbulan.
Kalau
hal ini terwujud maka NU akan mampu
mengurusi para pengurus, guru-guru, dosen-dosen, muadzin, dokter, bidan, bahkan
mampu membeli obat-obatan sehingga rumah sakit benar-benar menjadi metode dakwah tingkat tinggi (pelayanan
yang prima) bukan metode mencari uang, lembaga-lembaga pendidikan politik,
perbankkan juga begitu tidak justru berbalik arah yang menjauh dari visi misi Aswaja ‘ala NU. Mampu membiayai siswa-siswa yang cerdas dan di kirim untuk belajar ke seluruh penjuru dunia.
Dengan dana hasil infaq tersebut, NU juga mampu mendirikan pusat kota satelit yang dapat dibuat tempat untuk mengatur strategi dakwah ke seluruh penjuru dunia (NU CENTER) seperti halnya kota Madinah. Dalam kota tersebut terdapat gedung induk lantai 9 yang
terdiri dari kantor NU, Muslimat, Anshor NU, Fatayat NU, IPNU, IPPNU, termasuk
seluruh badam otonom, lembaga NU, lajnah NU, radio, stasiun telekomunikasi/TV
dan yang paling atas sebagai tempat uzlah (wisata /dzikir) dan Rukyad.
Gedung
tersebut di kelilingi oleh Rumah sakit,
supermarket, restoran, hotel, masjid, gedung panti, lembaga pendidikan, lapangan untuk
kegiatan mukatamar, haal/gedung serbaguna. Terdapat juga fasilitas penting
lainnya sebagai penunjang yaitu pemukiman yang bernuansa Islam ‘ala NU, SPBU,
PDAM yang di atur sedemikian rupa.
Jika
ada orang Islam maupun non Islam dari luar negeri yang ingin tahu di mana Pusat Peradaban
Islam Dunia maka alamatnya adalah di NU Center Lamongan.
Nah, saat ini mega proyek ini telah disahkan oleh PCNU Lamongan melalui Pimpinan Cabang Lembaga Amil Zakat Infaq dan Shadaqah Nahdlatul Ulama (PC LAZISNU) Lamongan. tim sukses telah dibentuk untuk mensukseskan kegiatan ini. mulai dari tingkat Cabang, Kecamatan, sampai tingkat Lingkungan (RT). sumbangsih dan kerjasama dari pembaca untuk turut serta mensukseskan mega program ini melalui kapasitas diri masing-masing sangat membantu terwujudnya program yang dahsyat ini. Amin.
Allah
menilai perbuatan kita dan Allah tidak mencela kegagalan kita (asal tidak
sengaja). Karena itu, selanjutnya terserah pembaca!.
*) BADRI
- Konsultan Yayasan Pusat Kesadaran Siang Malam (KSM Center) Jl. Raya Talun
No. 37 Sukodadi Lamongan Jawa Timur, Telp. (0322) 391313
- Penulis buku sekaligus Trainer Long Life Motivation dengan Metode Seni
Manajemen Humanisme The Power of Rukun Islam.